mungkin itu bahasa kebalikan dari asi yang berliter liter... haha.. intro rek ...
Literasi lebih dari sekadar
membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan
sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di
abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi.
Clay (2001) dan Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf)
menjabarkan bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini,
literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan
literasi visual. Dalam konteks Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai
dasar pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya. Komponen literasi tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
1. Literasi Dini [Early
Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan,
dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Pengalaman peserta didik
dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi
dasar.
2. Literasi Dasar (Basic
Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan
menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan
(calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta
menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan
kesimpulan pribadi.
3. Literasi Perpustakaan
(Library Literacy), antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan
fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami
Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam
menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga
memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan
sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
4. Literasi Media (Media
Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda,
seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media
digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.
5. Literasi Teknologi
(Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti
teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta
etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam
memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet.
Dalam prak- tiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy)
yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan
mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak. Sejalan dengan
membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan
pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
6. Literasi Visual (Visual
Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi
teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan
memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat.
Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak,
auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu
dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan
yang benarbenar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Menurut Beers (2009),
praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan
prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Perkembangan literasi
berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi. Tahap perkembangan
anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antartahap
perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu
sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat
sesuai kebutuhan perkembangan mereka.
b. Program literasi yang baik
bersifat berimbang Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari
bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu,
strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan
dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan
dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk
anak dan remaja.
c. Program literasi
terintegrasi dengan kurikulum Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah
adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran
mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan
demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan
kepada guru semua mata pelajaran.
d. Kegiatan membaca dan menulis
dilakukan kapanpun Misalnya, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca
untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.
e. Kegiatan literasi
mengembangkan budaya lisan Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan
memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama
pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan
untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta
didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling
mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.
f. Kegiatan literasi perlu
mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman Warga sekolah perlu menghargai
perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta
didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan
pada pengalaman multikultural.
About
Muhammad ulul albab
Related Posts